Sabtu, 27 Juli 2019

Hidup Woles ala Filsafat Stoa

Beberapa minggu lalu, ada satu video di YouTube yang selalu muncul di halaman rekomendasi saya. Video itu berjudul "Lebih dari Menahan Emosi (Filsafat Stoa dalam 15 Menit)".



BukaTalks adalah salah channel YouTube favorit saya, ini adalah salah satu video dari BukaTalks yang paling saya suka.




Kembali ke video awal, karena saya penasaran akhirnya saya klik. Baru 5 menit di awal, saya memutuskan untuk berhenti menontonnya. Kenapa berhenti? karena menurut saya, video ini terlalu berfaedah untuk didengarkan sambil multitasking. Lalu, video tersebut saya masukkan ke dalam playlist "watch later" dan saya memutuskan untuk menontonnya pada akhir pekan selesai jogging. Di mana hormon endorfin dan dopamin dapat membantu untuk rileks dan fokus sehingga dapat menangkap pesan dengan baik, maunya sih gitu. Besoknya karena masih penasaran, akhirnya sama mencoba mencari video dengan topik yang sama namun dalam format podcast. Kenapa podcast? jawabnya ada di ujung langit. Ketemulah video ini.



Lalu, apa sih Stoisme itu ? Stoisme adalah paham atau aliran filsafah yang diajarkan oleh seorang filsuf Yunani-Romawi yang bernama Zeno. Stoisme mengajarkan untuk hidup woles. Dalam hidup pasti ada beberapa faktor yang bisa kita kontrol dan tidak bisa kita kontrol. Di mana faktor tersebut seringkali mempengaruhi perasaan dan mood kita.

Misalnya dan yang paling sering terjadi adalah pada saat kita bermain sosial media, khususnya Instagram. Pada saat kita meng-upload foto, kita berharap foto kita di-like oleh banyak orang. Pada kenyataannya, hanya beberapa orang saja yang me-like foto kita. Tentu, hal tersebut akan langsung berpengaruh pada mood dan perasaan kita dan dampaknya bisa merembet ke mana-mana. Baik itu ke pekerjaan dan sekitar kita. Faktor itulah yang saya rasakan ketika awal-awal bermain Instagram.

Namun, seiring bertambah umur. Iya, yang pasti umur saya bertambah nggak tahu kalau soal kedewasaan. Saya mulai mengubah orientasi saya pada saat memposting foto. Yang dulunya karena ingin mendapatkan like, sekarang berubah. Ketika saya memposting foto di Instagram atau sosial media manapun, saya ingin berbagi moment di sekitar saya. Saya menikmati moment itu, saya menikmati setiap detail foto yang saya edit. Garis, exposure, kontras, hitam-putih, everything.

Pada saat itu, saya berharap Instagram memiliki fitur untuk menghilangkan tombol like. Walaupun sekarang sudah ada wacana akan hal tersebut. Lalu, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bermain Instagram. Saya berhenti karena yang pasti ingin hemat kuota, cache di-smartphone nggak penuh, and believe me, feed di recommendation Instagram itu adiktif dengan ifinite scroll-nya. Lalu, saya berpindah ke sosial media yang text based. Yak benar sekali Twitter, Twitter adalah sosial media yang cocok untuk seseorang yang punya motto hidup bodo amat tapi nggak bodo-bodo banget. Dari situ, saya merasa less stressed, banyak ilmu yang saya dapatkan. Oke, selesai sudah sesi curhatnya. kembali lagi ke stoisme.


Ajaran hidup Stoa bertujuan untuk mengurangi emosi negatif, rasa takut, kawatir, cemas, marah, dan hal-hal negatif lainnya, di mana hal-hal tersebut terjadi karena respon kita terhadap peristiwa atau faktor yang di luar kendali kita.

Dikotomi kendali, dalam hidup dan segala hal yag terjadi dalam hidup dibagi menjadi 2,

  • Hal-hal di bawah kendali kita, contohnya pikiran, tindakan, perkataan atau ucapan. Bahkan tindakan kita kadang terbatas misalnya kalau kita di penjara. Satu-satunya hal yang paling berharga dan sepenuhnya di bawah kendali kita adalah pikiran. Oleh karena itu pentingnya menjaga pikiran kita untuk tetap sehat. Sayangi dirimu.
  • Hal-hal di luar kendali kita, seperti cuaca, eknomi, bahkan kesehatan pun di luar kendali kita. Contohnya tadi, pada saat jogging di kebun raya ada satu pemuda (ignorant) dengan santainya merokok sambil berjalan. Padahal di sekitarnya ada orang yang sedang berolahraga, terlebih ada anak kecil. Walaupun penyebab kanker masih menjadi perdebatan, bisa jadi karena unhealthy lifestyle. Akan tetapi tindakan pemuda tersebut tidak dapat dibenarkan. 


Lalu, pentingnya amorfati atau mencintai nasib, apapun yang diberikan takdir cintailah dan terimalah.
Meskipun begitu bukan berarti kita harus apatis dan pasrah. Yang perlu kita lakukan adalah kita menyadari bahwa outcome dari setiap tindakan kita berasal atau dipengaruhi hal-hal yang berada di luar kendali kita. Apapun hasilnya syukuri dan kalau tidak kejadian jangan mengutuk diri

Pada saat memanah pilihlah untuk mengenai sasaran, akan tetapi jangan berharap mengenai sasaran.

Pada saat kita memanah di situ ada faktor yang mempengaruhi, angin misalnya. Yang terpenting adalah nikmatin prosesnya dan terimalah hasilnya. Karena terkadang takdir membawa kita kepada hal-hal baru, beyond our imagination.

Present time atau hal yang terjadi saat ini (baik itu bagus atau jelek) adalah proses rangkaian apa yang kita lakukan sebelumnya. Kalau bagus kita syukuri. Untuk yang jelek kalau kita berpikiran positif yaudah nikmatin aja karena itu bagian dari hidup, buat apa juga melawannya dan disesali.

Buat apa meratap-ratap dan hal tersebut tidak akan mengubah masa lalu. Mau diapain lagi juga nggak bisa. Yang perlu kita lakukan adalah kita menerima dengan legowo dan tenang, sambil kita bisa menarik pesan apa dari peristiwa tersebut.
Fokus saja pada masa depan dan hal yang terjadi sekarang, karena masa depan masih bisa kita gapai dan penuh misteri apapun bisa kejadian. (hukum murphy)

Mau marah juga tidak ada gunanya, untuk apa menghabiskan tenaga untuk hal-hal yang diluar kendali kita. Kalaupun kita marah pasti juga akan ada yang dirugikan, baik itu kamu sendiri ataupun orang lain. Kesimpulannya nikmati hidup apapun yang kamu alami ya itu bagian dari hidup.

Mungkin kita menganggap bahwa filsafat Stoisisme ini hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri. Padahal kenyataannya filsafat ini megajarkan kita untuk hidup bersosial. Di mana filsafat ini mengajarkan kita dalam hal anger management, dan marah adalah salah satu faktor yang bisa merusak hubungan kita dengan orang lain dan juga bermasyarakat.

Untuk hidup bersosial, saya ada pengalaman yang menarik. karena sebelumnya saya tinggal di Jogja, ketika melewati gang saya sudah terbiasa megucap salam "monggo  Pak, monggo Buk" dan bapak atau ibu tersebut memberikan respon yang sama sambil tersenyum. Namun, ketika saya pindah ke kota yang sekarang ketika melewati gang dan berpapasan dengan orang lain ataupun yang lebih tua, saya tidak mendapatkan respon yang sama seperti ketika tinggal di Jogja. And dangg.. it truly makes me sad. Tapi, meskipun begitu ketika saya menyapa orang disekitar yang memang saya kenal seperti ibu-ibu penjual makanan dan gorengan langganan saya mereka memberikan respon yang baik. Sehingga kesimpulan saya, mereka tidak merespon dengan sesuai dengan yang saya harapkan bisa jadi karena saya orang asing atau stranger sehingga mereka belum terbiasa. Sisi positifnya adalah ketika pindah atau mengunjungi suatu tempat bukan mereka yang harus menyesuaikan dengan kemauan kita, akan tetapi kitalah yang harus menyesuaikan dengan adat istiadat ataupun budaya di wilayah tersebut.

Kebahagiaan tidak datang diluar kendali kita.

Yang patut kita syukuri adalah kita pernah hidup. Di mana sesuatu yang hidup sudah pasti akan mati.
Kata mereka kematian adalah bagian dari nature, dalam hal ini alam semesta. Kalau kata Steve Jobs,

Death is the best invention of life

Dengan mengingat kematian, kita akan jadi lebih bersyukur dan menikmati waktu kita, terlebih dengan orang yang kita sayangi, dengan keluarga.










Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar